Layang gantung
Layang Gantung atau Gantolle adalah
salah satu olah
raga angin. Dia merupakan olah raga rekreasi atau kompetitif yang berhubungan
dekat dengan gliding, tetapi
menggunakan pesawat yang lebih sederhana yang kadangkala hanya terdiri dari sayapkain
yang berangka-metal, dengan pilot berada di sebuah harness yang
menggantung dari kerangka sayap dan melakukan kontrol dengan menggerakan badan
terhadap rangka yang berbentuk segitiga yang juga menempel di kerangka utama.
Eksperimen awal dengan penerbangan gliding dilakukan
pada akhir abad ke-19 oleh pioneer seperti Otto Lilienthal. Pesawat ini sekarang ini
dikenal sebagai hang glider.
Sejarah Layang Gantung
Layang gantung atau Gantole dapat ditelusuri kembali
ke masa Ibnu
Firnas adalah manusia yang telah terlebih dahulu melakukannya
dengan melakukan terbang di udara dialah orang yang
pertama kali terbang di udara sebelum Leonardo da Vinci, yang membuat sketsa tentang
keinginannya untuk penerbangan manusia. Melalui fakta dan fiksi, penerbangan
telah memainkan peran utama dalam mimpi manusia untuk melayang bersama dengan
burung.
Pada tahun 852, di bawah pemerintahan Khalifah Abdul Rahman II, Ibnu
Firnas memutuskan untuk melakukan ujicoba ‘terbang’
darimenara Masjid
Mezquita di Cordoba dengan
menggunakan semacam sayap dari jubah yang
disangga kayu. Sayap buatan itu ternyata membuatnya melayang sebentar di udara dan
memperlambat jatuhnya, ia pun berhasil mendarat walau dengan cedera ringan.
Alat yang digunakan Ibnu Firnas inilah yang kemudian dikenal sebagai parasut pertama di dunia.
Keberhasilannya itu tak lantas membuatnya berpuas
diri. Dia kembali melakukan serangkaian penelitian dan pengembangan konsep
serta teori yang ia adopsi dari gejala-gejala
alam yang kerap diperhatikannya.
Pada tahun 875, saat usianya menginjak 65 tahun, Ibnu
Firnas merancang dan membuat sebuah mesin
terbang merupakan cikal-bakal layang gantung yang mampu membawa
manusia. Setelah versi finalnya berhasil dibuat, ia sengaja mengundang orang-orang
Cordoba untuk turut menyaksikan penerbangan bersejarahnya di Jabal Al-‘Arus
(Mount of the Bride) di kawasan Rusafa, dekat Cordoba.
Penerbangan yang disaksikan secara luas oleh
masyarakat itu terbilang sangat sukses. Sayangnya, karena cara meluncur yang
kurang baik, Ibnu Firnas terhempas ke tanah bersama layang gantung buatannya.
Dia pun mengalami cedera punggung yang sangat parah. Cederanya inilah yang
membuat Ibnu Firnas tak berdaya untuk melakukan ujicoba berikutnya.
Kecelakaan itu terjadi karena Ibnu Firnas lalai
memperhatikan bagaimana burung menggunakan
ekor mereka untuk mendarat. Dia pun lupa untuk menambahkan ekor pada model
layang gantung buatannya. Kelalaiannya inilah yang mengakibatkan dia gagal
mendaratkan layang gantung ciptaannya dengan sempurna.
Namun usaha Ibnu Firnas bukan usaha ilmuwan Muslim
terakhir. Pada tanun 1630-1632 M, Hezarfen
Ahmad Celebi di Turki berhasil
menyeberangi Selat
Bospurus di Istanbul. Ahmad melompat dari menara Galata yang tingginya 55 meter dan
berhasil terbang dengan layang gantungnya kira-kira sejauh 3 km serta mendarat
dengan selamat.
Usaha meraih teknologi aeronautika ini sejalan dengan
tantangan Allah di dalam firman-Nya: "Hai
jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup melintasi penjuru langit dan bumi,
maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan".(QS. ar-Rahman (55):33).
Dari saat penerbangan nahas Icarus ke zaman pionir
olahraga seperti Otto Lilienthal, Octave Chanute dan John Montgomery, manusia
telah mencoba melakukan terbang bebas di hampir setiap fase sejarah modern.
Saat Wright Bersaudara menciptakan
penemuan mereka untuk penerbangan bermesin, mereka mengasah keterampilan
terbang mereka dalam "gantolle". Setelah penerbangan bersejarah
mereka di Kitty Hawk, seluruh dunia menjadi semakin tertarik pada pengembangan
teknologi penerbangan bermesin, meninggalkan gantole untuk generasi berikutnya.
Gantole tidak muncul lagi sampai tahun 1960-an, sampai
penelitian Dr. Francis Rogallo dengan "Sayap Rogallo" dalam sebuah
proyek NASA untuk sistem pemulihan untuk pesawat ruang angkasa. Sedikit yang
disadari Francis bahwa desainnya akan memulai kelahiran kembali gantole pada
awal tahun 1970-an.
Di zaman modern gantole menggabungkan teknologi
modern, desain teknologi tinggi dan peralatan elektronik. Gantole-gantole zaman
sekarang harus lolos dari tes "beban" dan disertifikasi untuk
kelaikan udaranya. Pilot-pilotnya terbang dengan altimeter, variometers,
parasut cadangan dan bahkan komputer penerbangan onboard. Terbang sejauh 100
sampai 200 kilometer bukanlah hal yang tidak biasa. Manfred Ruhmer dari Austria
memecahkan rekor dunia untuk terbang sejauh 700,6 kilometer pada tahun 2001.
Layang Gantung di Indonesia
Komunitas layang gantung di Indonesia ada di Sumatera
Utara, Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah
0 komentar:
Posting Komentar